Temukan Pahlawan di Dalam Diri Kita

13 November 2022

Peringatan Hari Pahlawan Kembali diperingati pada tanggal 10 November 2022. Mari kita mencoba merefleksikan kembali apa makna dari peringatan Hari Pahlawan ini. Apakah kita hanya mengenang jasa-jasa para pahlawan yang telah gugur mendahului kita? Apakah kita hanya sekedar mengenang jasa para pahlawan yang telah berjuang dan berkorban untuk mewujudkan kemerdekaan? Apakah hanya itu yang bisa kita lakukan untuk memaknai peringatan hari pahlawan?

Sebagai generasi yang tidak terlibat langsung dalam perang-perang perjuangan kemerdekaan, pertanyaan-pertanyaan tersebut terasa mengganggu dipikiran saya. Ditambah lagi bahwa saya akan menjadi pembina upacara pada peringatan Hari Pahlawan di sekolah. Apa yang dapat saya sampaikan agar siswa-siswi saya mendapatkan sesuatu yang bermakna dari peringatan Hari Pahlawan tersebut.

Sejak satu hari sebelumnya saya mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, mengembalikannya pada diri saya pribadi. Bagaimana saya memaknai peringatan Hari Pahlawan tersebut, pesan apa yang dapat diambil. Setelah mencoba mengulang-ngulang pertanyaan tersebut di dalam pikiran, akhirnya saya mendapatkan dua hal yang menurut saya dapat saya sampaikan sebagai pesan utama peringatan Hari Pahlawan, yaitu: apa makna menjadi seorang pahlawan dan apa yang diperlukan untuk menjadi seorang pahlawan.

Menjadi pahlawan dapat diwujudkan dengan berbagai cara, tidak lagi hanya berupa mengangkat senjata untuk berperang. Banyak pahlawan di berbagai bidang, misalnya pahlawan dibidang sosial yang menunjukkan kepedulian dan peran luar biasa dalam mengatasi berbagai tantangan sosial; pahlawan di bidang pendidikan yang mengabdikan diri mereka untuk mendidik dengan sepenuh hati dengan berbagai tantangan, dan banyak contoh lainnya.

Bagi saya, sosok-sosok yang mendedikasikan diri mereka dengan segenap ketulusan jiwa dan raga adalah sosok pahlawan yang saat ini bisa kita temukan diberbagai tempat. Semua hal yang mereka lakukan tersebut tidaklah untuk sebuah tujuan jangka pendek, melainkan lebih jauh dari itu. Maka menurut saya, menjadi seorang pahlawan memiliki makna perjuangan untuk perubahan, perubahan yang positif, walalupun kita sendiri belum tentu dapat melihat dan merasakan perubahan tersebut, namun generasi berikutnya yang akan menikmatinya. Seperti halnya para pejuang kemerdekaan yang telah berjuang untuk mewujudkan kemerdekaan, banyak dari mereka yang tidak menikmati masa-masa setelah kemerdekaan, namun mereka telah meninggalkan warisan terbesar mereka untuk generasi selanjutnya.

Belajar dari perjuang para pahlawan tersebut, baik pahlawan kemerdekaan maupun pahlawan-pahlawan yang berjuang diberbagai aspek kehidupan, ada satu pesan utama yang dapat saya ambil sebagai sesuatu yang harus dimiliki oleh seorang pahlawan, yaitu: semangat pengorbanan. Para pahlawan tersebut rela berkorban demi mewujudkan perubahan yang diimpikan. Perubahan yang belum tentu dapat mereka nikmati secara langsung. Perubahan yang mereka harapkan menjadikan generasi selanjutnya dapat menikmati kesempatan-kesempatan yang lebih baik dalam kehidupan.

Lalu bagaimana cara nya membawa dua poin penting tadi kedalam sudut pandang para pelajar yang mungkin sebagian dari mereka tidak merasakan tuntutan untuk ikut berjuang? Jawabannya adalah: menjadi pahlawan bagi diri sendiri. Bahwa kita sebagai seorang individu pun membutuhakn sosok pahlawan yang membawa kita berubah menjadi lebih baik, pahlawan yang menyelamatkan kita dari situasi-situsi sulit. Pahlawan-pahlawan tersebut bisa jadi adalah orang tua, saudar, sahabat, guru, maupun orang lain yang di “kirim”kan oleh Allah untuk menjadi pahlawan kita. Namun, perlu diingat, bahwa ada kalanya tidak ada orang lain yang bisa membantu kita, melainkan diri kita sendiri atas seizin Allah.

Setiap dari kita harus menyadari bahwa sosok yang selalu ada bersama kita adalah diri kita sendiri. Tanpa kita sadari, kita seperti memiliki 2 sosok dalam diri, kapan ini bisa kita rasakan? Saat kita “berbicara dalam hati”. Ketika kita galau, kita sebenarnya kita mampu memanfaatkan sosok yang menjadi teman bicara kita dalam hati. Jadikanlah sosok tersebut sebagai pahlawan yang membawa kita keluar dari situasi-situasi yang buruk. Jadikanlah sosok tersebut sebagai pahlawan yang menyelamatkan kita dari tindakan-tindakan yang tidak logis. Ya, sosok tersebut adalah bagian dari diri kita yang “rasional” dalam situasi yang sangat emosional sekalipun. Maka sosok tersebut adalah pahlawan yang kita butuhkan Ketika kita ingin melakukan perubahan. Sosok tersebut harus sering muncul untuk mengingatkan kita akan tujuan penting yang ingin dicapai. Misalnya, sebagai seorang pelajar SMA yang ingin melanjutkan pendidikan ke universitas, ada banyak hal yang harus disiapkan sejak SMA. Faktanya, apa yang diinginkan tidak sejalan dengan apa yang dilakukan. Lebih memilih main game dari pada menyelesaikan tugas, lebih memilih sosmed dari pada belajar untuk persiapan kuliah, lebih memilih kesenangan-kesenangan sesaat dari pada membangun kemampuan diri.

Setelah kita menemukan sosok pahlawan dalam diri kita, kita perlu melakukan pengorbanan untuk mendukung perjuangan sosok tersebut bagi perubahan diri kita yang positif. Pengorbanan yang dilakukan misalnya memilih untuk menyelesaikan tugas dari pada membuang waktu sia-sia; memilih untuk mempelajari sumber-sumber materi pengembangan diri dari pada sekedar nongkrong atau hal-hal lain yang hanya menghabiskan waktu.

Mari berlatih untuk memunculkan pahlawan dalam diri kita masing-masing yang mampu membawa perubahan positif bagi kita. Percayalah bahwa perubahan positif tersebut juga dapat berdampak positif bagi orang lain. Jadi, mari kita mulai dari diri kita. Find the hero within you. Selamat Hari Pahlawan.

Not Surviving Yet

Perjalananku ke Surabaya membuat ku tersadar bahwa ku belum memiliki bekal kosakata bahasa Jawa yg cukup untuk survive.
Strike pertama ku alami saat kami dalam perjalanan menuju Ponorogo dengan naik mobil travel APV hitam.
Bicara tentang mobil travel yg menjemput kami, ternyata berbeda dengan travel agent dimana kami booking mobilnya. Entah travel itu tidak memiliki armada yg cukup, atau apa, I don’t know. 😅
Setelah dijemput oleh mobil APV pertama, ternyata kami harus menunggu jemputan mobil lain yang memang akan ke Ponorogo. Mobil pertama tadi akan mengantar penumpang ke jurusan yg berbeda.
Kembali ke strike pertama, setelah kami di jemput mobil kedua, kami tidak langsung berangkat, masih ada penumpang lain yang harus dijemput di terminal 2 Bandara International Juanda, belakangan ku tau mereka baru kembali dari Malaysia.
Seorang Bapak duduk di sampingku, di kursi paling belakang, sekarang mobil terasa sesak dengan 7 orang penumpang dan barang bawaan masing-masing.
Bapak itu, mengenakan kaos oblong hitam dan celana jeans, memulai pembicaraan dengan sebuah pertanyaan, paling tidak, dari nadanya, ku yakin itu adalah sebuah pertanyaa n. Sayangnya, I was blank 😌, I didn’t get what he was saying. 😱
It’s Javanese, but I was totally clueless about the words he used.
Ku coba jawab sekenanya, sepertinya itu bukan yang beliau tanyakan, akhirnya ku harus sampaikan bahwa ku tidak mengerti apa yang beliau katakan. 😀
Akhirnya beliau menggunakan bahasa Indonesia. Dan ternyata, setelah beberapa saat berbincang, beliau bisa bahasa Banjar karena memiliki orang tua yang Banjar-Jawa. Setelah itu perbincangan berlanjut dengan lancar.
Strike kedua terjadi ketika kami istirahat untuk makan malam, di daerah Jombang.
Saat akan membayar, kasir bertanya sesuatu dalam bahasa Jawa, ku yakin itu sebuah pertanyaan, hanya saja ku tak mengerti apa yang dia tanyakan, again … 😱
Ku hanya bs terdiam tanpa tau harus menjawab apa, dia bertanya lagi, ku hanya mengeluarkan bunyi seperti orang yang sedang mikir, aa…
Kemudian, sepertinya dia sadar bahwa ku tidak mengerti bahasa yang barusan dia gunakan, dan menggunakan bahasa Indonesia. Intinya dia ingin mengetahui yang mana pesanan yang ingin kubayar, karena mejanya tidak bernomor seperti sebagian rumah makan di Banjarmasin.

These strikes made me realize that I need to improve my Javanese, at least to the extent that I can get what people say in common transactional conversation.
Hal ini menjadi penting bagiku, karena dibanyak kesempatan, ketika kubertemu dengan orang Jawa, mereka cenderung langsung menggunakan bahasa Jawa untuk bicara padaku. Hal ini bisa kumaklumi, karena wajahku memang, mungkin sekitar 80% seperti orang Jawa.

Sebagai penutup, walaupun kita dari daerah maupun suku yang berbeda, tetap penting untuk mempelajari budaya dan bahasa agar kita bisa saling menghargai dan memahami.

Ponorogo, Saturday, August 31, 2019

Sempit

Perjalananku dimulai dari sekolah, setelah sholat Jumat. Kami brangkat ke Bandara Syamsudin Noor untuk terbang ke Surabaya.
Di dalam pesawat, disebelahku, duduk seorang Bapak yang terlihat familiar, entah dimana kami pernah bertemu. Beliau ramah dan langsung memulai pembicaraan. Kemudian, hingga disuatu moment percakapan, beliau bertanya: “Kita pernah ketemu ya?” Langsung kujawab dengan pertanyaan:”Bapak, orang tua siswa ya?”
“Iya, saya orang tua Hidayat.”
“Oiya, pantas rasanya saya pernah ketemu pian.”
Kemudian beliau bertanya: “Guru dimana Pak? Di ******* ya?”
“Bukan Pak, saya Guru di GIBS.” Kataku.
“Oo GIBS, Pak Martha ya?” Tanya beliau memastikan.
“Bukan Pak, saya Rijali.”
“Oiya…”

Kami pun melanjutkan perbincangan. Hingga kami berdua sampai diujung percakapan dan terdiam.

Betapa “sempit” dunia ini, hal-hal yg mungkin memiliki kemungkinan kecil, tapi tetap mungkin terjadi.

Hal yang tak kalah menariknya terjadi setelah kami mendarat di Bandara International Juanda. Seperti biasa, kapten pesawat akan menyampaikan beberapa pesan kepada penumpang, salah satunya adalah tetap mematikan handphone saat masih berada di dalam kabin. Sepertinya, kapten pesawat mengetahui ada penumpang yang sdh menghidupkan handphone saat pesawat baru mendarat. Mungkin setelah pemberitahuan kedua, dengan suara agak lebih nyaring, dia kembali mengingatkan penumpang until tidak menggunakan handphone didalam kabin. Untuk himbauan yang ketiga kalinya ini, tampaknya si kapten pesawat terdengar agak “jengkel”.
Setelah pengumuman ketiga itu, kulihat penumpang yg duduk disebelahku, yg sejak tadi memainkan handphone, memasukkan handphonenya ke dalam tas.

Mungkin ini salah satu contoh nyata betapa kita masih sulit untuk menaati aturan, apalagi jika aturan tersebut tampak remeh. Mungkin inilah yang menjadi pembeda antara kita dengan masyarakat di negara maju.
Sebuah PR besar bagi kita semua.

Ponorogo, Friday, August 30, 2019

Jalan Kegelapan

Jalan Kegelapan

Hari ini, sambil menikmati perjalanan pulang dari sekolah, pikiranku melayang, menerawang, mengenang, dan tak tenang… Banyak tugas yang belum terselesaikan. Pikiranku mencoba mendaftar tugas-tugas yang belum, sedang, dan akan dilakukan. Dan ku sadari, memang memikirkan saja, tidak akan menyelesaikan. 😀

Kembali ke bahasa utama kita; “Jalan Kegelapan”, adalah jalan yang memang gelap karena minimnya penerangan jalan. Jalan ini menjadi salah satu jalan yang biasa ku tempuh hampir setiap hari untuk menuju ke sekolah tempatku mengajar. Jarak yang ku tempuh sekitar 27 km dari rumah ke sekolah dan sebaliknya.

Di jalan ini ku mengalami berbagai kisah-kisah yang menjadi bumbu kehidupanku selama hampir 4 tahun mengajar di GIBS. Ku tempuh jalan ini dengan mengendarai sepeda motor honda berwarna biru yang telah menemaniku selama hampir 12 tahun. Jalan ini memberikan makna tersendiri dalam setiap perjalanan yang kutempuh.

Tak jarang, di jalan kegelapan ini ku mendapatkan inspirasi karena pandanganku yang tertuju pada gelapnya jalan, membuat pikiranku terbang melayang mencari bahan untuk didiskusikan agar ku tetap terjaga.

Kemudian ku teringat akan blogku ini, yang dulu menjadi tempatku mencurahkan perasaan dan pengalaman, sudah saatnya ku memulai kembali menulis, menuangkan pikiran, yang kadang agak kusut 😀

Salah satu kebiasaanku sebelum menulis adalah menentukan tema-tema yang ingin ku tulis, semacam writing list untuk membantuku mengingat apa yang ingin kutulis. Berikut ini beberapa tema yang terlintas dipikiranku  ketika menikmati perjalanan di sepanjang “Jalan Kegelapan”, plus beberapa ide tulisan yang muncul saat ku menulis tulisan ini:

  1. Pekerjaan Paling Sulit
  2. TV, Perlukah?
  3. Menemukan Kebaikan Diperjalanan
  4. Konsekuensi Sebuah Prinsip
  5. Menikmati Rencana Allah
  6. Sabun dan Minyak Wangi
  7. Yang Penting Bagiku
  8. Belajar Menjadi Ayah
  9. Batas Kesabaran
  10. Adab Diatas Ilmu
  11. Mengapa Harus Bertahan?
  12. Sekolahmu, Sekolahku, Sekolah Kita
  13. Dikotomi Gaya Belajar, Apa yang Salah?
  14. Keinginan dan Kebutuhan
  15. Bidadari Dihidupku
  16. Passion Saja Tidak Cukup?
  17. Long Distance Friendship
  18. 5 Tahun Pertama

Itulah beberapa tema, atau sebenarnya judul tulisan yang ingin kutulis, semoga kubisa menjaga komitmen dan konsistensi untuk kembali menulis. Karena tanpa komitmen dan konsistensi, semua impian itu hanyalah imajinasi.

 

 

After Some Time …

Finally…. I’m back… 😀

After some years I have left my blog untouched, I finally can start a new beginning of my dreams.

This blog has been ‘dormant’ for quite some times–years–due to my lack of motivation of writing. I stop updating this blog by 2012. But then I felt that I wanted to start writing in 2016. Unfortunately, I forgot the password of the email I used for logging in to the blog. I kept everything in may laptop, and it was dead. Until today, I have a chance to retrieve the hardisk and copy the files to another laptop. Alhamdulillah, the hardisk is still working.

Can wait to publish more writings…

 

Pertolongan Allah itu Indah #1

Hari ini, Sabtu, dering alarm dan gema adzan membangunkanku sekitar pukul 4.45 subuh. Segera ku bangunkan mahasiswa yang tinggal di asrama tempatku bekerja. Aku bekerja sebagai bapak asrama. Mereka tampaknya tidur pulas, hingga perlu beberapa kali ku ketuk dan kupanggil satu persatu.

Selesai membangunkan mereka, bergegas ku mengambil wudhu dan berganti kostum untuk sholat di masjid. Ku ingat ada jeda 20 menit sejak adzan dikumandangkan hingga iqamat. Subuh ini ada yang berbeda, karena ku tidak sholat di masjid yang ada di dekat asrama. Hari ini ku sholat di masjid Sultan Suriansyah, salah satu masjid tua dan bersejarah yang ada di kota Banjarmasin, provinsi Kalimantan Selatan.Continue reading “Pertolongan Allah itu Indah #1”

Jalan Mana yang Dipilih?

100_2149

Sudah beberapa bulan tidak ada tulisan baru. Jari-jemari ini serasa kaku, otak ini seolah tak lagi termotivasi untuk mengolah ide dan memproduksi kata…

Sebuah perbincangan dengan saudara-saudara saya di Unik Kerohanian Mahasiswa Muslim (UKMM) Universitas Lambung Mangkurat (Unlam) menginspirasi saya untuk menuliskan buah fikiran saya ini tentang apa yang disebut “kegalauan para aktifis” (ini istilah saya pribadi). Kegalauan yang saya maksud disini kegalauan antara pilihan kuliah dan atifitas organisasi. Dua hal yang seringkali memaksa para “pekerja” Continue reading “Jalan Mana yang Dipilih?”